Langsung ke konten utama

Guru dan Gender

GURU WAJIB SENSITIF GENDER
Gender adalah suatu sifat yang dikonstruksikan secara sosial terkait dengan peran laki-laki dan perempuan. Banyak kalangan belum memahami apa yang disebut kodrat dan apa yang disebut peran gender. Oleh sebab itu, kesenjangan gender terjadi diberbagai bidang, misalnya politik, ekonomi, budaya dan tidak ketinggalan juga bidang pendidikan.
Sering ditemui keluhan siswa perempuan karena temannya laki-laki tidak mau melaksanakan piket harian yang tugasnya menyapu dan menyirami tanaman didepan kelas. Siswa laki-laki mendapat tugas menghapus papan tulis atau mengambil buku paket diperpustakaan yang notabene membutuhkan tenaga kuat atau para siswa mengatakan tugas piket yang maskulin.
Guru sebagai pendidik harus berperan aktif dalam mendidik siswa dalam menerapkan konsep gender disekolah. Selama ini gender hanya umum dibicarakan ditingkat perguruan tinggi. Pada jurusan kajian wanita, atau di LSM yang khusus menangani perempuan dan anak. Kenyataannya dilapangan banyak guru yang belum memahami konsep gender, kecuali guru dengan disiplin ilmu tertentu yang ketika kuliah memang mendapatkan mata kuliah gender.
Pada dasarnya konsep gender tidak hanya milik orang-orang yang menangani bidang kajian wanita saja, tidak hanya urusan aktivis LSM saja, tidak hanya milik mahasiswa yang mempelajari ilmu gender, tetapi gender merupakan kajian yang universal, milik semua lapisan masyarakat dimana terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dimana pada masyarakat itu ada peran yang dicampuradukkan didalamnya, dan ada kesenjangan gender dalam pembagian tersebut.
Sains milik laki-laki
Laki-laki umumnya menguasai bidang teknologi, dan perempuan adalah penghuni dunia sosial, sastra, seni, hal ini pun terjadi di lingkungan sekolah. Dan celakanya, banyak guru justru melanggengkan hal tersebut. Guru lebih banyak bertanya pada siswa laki-laki pada mata pelajaran sains, seperti matematika, biologi, kimia. Ketika ada siswa perempuan yang mampu dimata pelajaran ilmu alam, guru akan mengatakan “ah, sebenarnya dia (siswa perempuan) tidak begitu pintar, hanya menang telaten saja”. Seolah-olah siswa perempuan adalah siswa nomor dua, ketika nilai akademiknya rendah dikatakan dasar perempuan, kebanyakan ngrumpi, cerewet. Sebaliknya ketika siswa perempuan menduduki peringkat atas hanya dinilai kebetulan saja dia telaten, rajin mencatat, makanya jadi juara kelas.
Jurusan bahasa dan sosial , merupakan jurusan kedua setelah ilmu alam disekolah menengah atas. Dalam kelas ini mereka (siswa perempuan) seolah-olah menemukan dunianya. Dikelas bahasa dan ilmu sosial, terdapat materi diskusi, berdialog, membaca puisi dan lain sebagainya, sebuah dunia yang dekat sekali dengan keseharian perempuan. Banyak lagi fenomena yang menjadi pelajaran sehingga diperlukan adanya pendidikan gender, atau seminar gender yang wajib diikuti oleh guru. Semua bidang pelajaran, semua tingkatan dari SD, SMP, SMA, terlebih lagi di tingkat sekolah dasar. Para guru ketika memberikan contoh kalimat hendaknya “melek” gender, misalnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, guru dari zaman dahulu sampai sekarang mengatakan ibu pergi kepasar, bapak kekantor. Untuk siswa yang ibunya bekerja dikantor, akan mengalami kebingungan. Kenapa gurunya mengatakan ibu pergi kepasar? Ibu memasak didapur? Padahal ibu saya menjadi pegawai bank misalnya. Jangan sampai anak didik berpikir sesuai kemampuannya sendiri mengenai apa yang dikerjakan ibunya terkait peran gender, berarti ibunya tidak baik karena tidak memasak, tidak memakai jarik, tetapi justru memakai celana panjang pergi kekantor dan pulang sore. Pekerjaan rumah tangga kok tidak dikerjakan ibu tetapi diserahkan oleh orang lain yang namanya pembantu rumah tangga.
Untuk siswa sekolah menengah atas yang akan melanjutkan keperguruan tinggi, peran guru juga hendaknya tidak mendiskreditkan siswa perempuan. Pemilihan jurusan biarkan sesuai minat dan kemampuan, apalagi program bisik misi dan jalur undangan dimana siswa laki-laki maupun perempuan aktif konsultasi dengan guru mengenai jurusan diperguruan tinggi. Jangan sampai guru mendikte siswa perempuan agar memilih jurusan berbau melayani seperti guru, perawat, padahal siswi tersebut tidak minat sama sekali. Sedangkan siswa laki-laki bebas memilih jurusan sesuai keinginan mereka. Apa salahnya perempuan memilih jurusan geologi, teknik kimia, otomotif, selagi mereka mampu. Dan sebaliknya jangan dinilai negatif ketika laki-laki meimilih jurusan yang dikatakan banyak orang sebagai pekerjaan kaum perempuan, misalnya jurusan tata busana, tata boga, tata rias, perawat dan lainnya.
Akhirnya perlu dukungan berbagai pihak agar wawasan gender menjadi nyata milik semua lapisan masyarakat. Dimulai dari pendidikan dasar dan menengah. Supaya tercetak generasi penerus bangsa yang berwawasan gender sehingga tercipta kesetaraan gender dan tidak ada lagi ketimpangan gender diberbagai bidang kehidupan.
By: Luluk Wulandari, S.Pd
Guru Sosiologi dan Antropologi
SMA  N 1 Paninggaran Kab. Pekalongan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batik Penajam Paser Utara

Soal Semester Genap Sosiologi Kelas XI IPS

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SMA NEGERI I PANINGGARAN Alamat : Jl. Raya Paninggaran Pekalongan  É (0285) 521044 › 51164 Website : www.sman1paninggaran.sch.id E-mail : smanpaninggaran@yahoo.co.id   ULANGAN AKHIR SEMESTER G ENAP TAHUN PELAJARAN 2011 / 2012   PETUNJUK UMUM : 1.     Tulislah nama, nomor peserta, kelas/program pada lembar jawaban. 2.     Semua jawaban dikerjakan pada lembar jawaban yang tersedia. 3.     Kerjakan terlebih dahulu soal yang anda anggap paling mudah. 4.     Teliti kembali pekerjaan anda sebelum dikumpulkan. PETUNJUK KHUSUS : A.   Untuk soal nomor 1 s.d. 45  berilah tanda silang (X) pada huruf A , B , C , D , atau E yang anda anggap paling benar pada lembar jawaban yang tersedia! B.   Untuk soal no. 46 s.d. 50   jawablah dengan benar! Pilihan Ganda 1.     Masyarakat multikultural dapat diberi pengertian sebagai masyarakat yang... a.     Terdiri dua atau lebih kelompok atau go

PTK sosiologi

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Masalah Banyak kalangan pelajar menganggap belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian dan pikiran pada suatu pokok bahasan, baik yang sedang disampaikan guru maupun yang sedang dihadapi di meja belajar. Kegiatan ini hampir selalu dirasakan sebagai beban daripada upaya aktif untuk memperdalam ilmu. Mereka tidak menemukan kesadaran untuk mengerjakan seluruh tugas-tugas sekolah. Banyak diantara siswa yang menganggap, mengikuti pelajaran tidak lebih sekedar rutinitas untuk mengisi daftar absensi, mencari nilai, melewati jalan yang harus ditempuh, dan tanpa diiringikesadaran untuk menambah wawasan ataupun mengasah ketrampilan. Menurunnya gairah belajar, selain disebabkan oleh ketidaktepatan metodologis, juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang selalu menggunakan metode pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi berbagai metode yang menantang untuk berusaha. T