BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak
kalangan pelajar menganggap belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan,
duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian dan pikiran pada suatu pokok
bahasan, baik yang sedang disampaikan guru maupun yang sedang dihadapi di meja
belajar. Kegiatan ini hampir selalu dirasakan sebagai beban daripada upaya
aktif untuk memperdalam ilmu.
Mereka
tidak menemukan kesadaran untuk mengerjakan seluruh tugas-tugas sekolah. Banyak
diantara siswa yang menganggap, mengikuti pelajaran tidak lebih sekedar
rutinitas untuk mengisi daftar absensi, mencari nilai, melewati jalan yang
harus ditempuh, dan tanpa diiringikesadaran untuk menambah wawasan ataupun
mengasah ketrampilan.
Menurunnya
gairah belajar, selain disebabkan oleh ketidaktepatan metodologis, juga berakar
pada paradigma pendidikan konvensional yang selalu menggunakan metode
pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi berbagai metode yang
menantang untuk berusaha. Termasuk adanya penyekat ruang struktural yang begitu
tinggi antara guru dan siswa.
Selama ini proses
belajar mengajar di SMA 1 Paninggaran seperti yang penulis perhatikan siswa
masih sebagai penerima informasi. Mereka kurang dilibatkan dalam proses belajar
mengajar, hanya beberapa guru saja yang menerapkan pemahaman bahwa siswa dapat
dijadikan sebagai sumber belajar. Padahal sekarang banyak metode belajar yang
menawarkan berbagai macam bentuk yang semuanya menerapkan konsep bahwa siswa
bukan sebagai wadah atau bejana yang hanya dijejali ilmu saja tanpa diberi
kesempatan untuk ikut menyumbangkan kemampuannya dalam pembelajaran. Maka dari
itu, penulis sangat berminat mencoba metode belajar yang baru selain ceramah
atau metode konvensional. Di kehidupan anak muda sekarang muncul berbagai macam
istilah gaul, diantaranya “galau”. Sebutan untuk anak muda yang sedang resah,
gelisah, memikirkan pujaan hatinya karena tidak kunjung SMS, galau karena
diputus pacar dan sebagainya. Penulis menangkap istilah galau dan ditambahai
kata “anti” yang berarti tidak memihak, anti galau dapat diartikan sebagai
tidak mudah resah, santai tetap enjoy menikmati pelajaran. Anti Galau merupakan
kependekan dari Aktif, Nasionalis, Teoritis, Inspiratif, Gotong-royong,
Atraktif, Luhur, Agamis dan Unik. Metode yang utama digunakan adalah metode
STAD yang cara kerjanya melibatkan seluruh siswa dikelas, tidak hanya siswa
yang pintar secara akademik saja. Anti Galau diterapkan pada kegiatan STAD, dan
kepanjangan dari Anti Galau merupakan sifat-sifat karakter bangsa Indonesia dan
unsur sifat-sifat modern dalam pendidikan misalnya atraktif. Diharapkan dengan
model ini siswa tetap menghormati karakter budaya bangsa dengan tetap up to
date mengikuti arus globalisasi, mampu berdiskusi dan menghargai pendapat
melalui metode STAD dan menjadi insan yang memiliki nilai-nilai dan kepribadian
yang luhur.
B. Identifikasi Masalah
Dari analisis situasi
diatas, kondisi saat ini adalah:
1.
Proses belajar mengajar Sosiologi
dikelas masih berjalan monoton.
2.
Belum ditemukan strategi pembelajaran
yang tepat.
3.
Belum ada kolaborasi yang serasi antara
guru dan siswa dalam pembelajaran Sosiologi.
4.
Metode yang digunakan bersifat
konvesional.
5.
Rendahnya kualitas pembelajaran
Sosiologi.
6.
Rendahnya prestasi siswa untuk mata
pelajaran Sosiologi
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang dan identifikasi masalah diatas, permasalahan yang ada dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana menggunakan model Anti Galau
sebagai pendamping pembelajaran cooperatif
learning tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sosiologi?
2.
Apakah penggunaan model Anti Galau
sebagai pendamping pembelajaran tipe STAD mampu meningkatkan kemampuan kognitif
dan afektif siswa terhadap materi sosiologi?
D. Tujuan Penelitian
Setelah kegiatan
pembelajaran model Anti Galau dan Cooperatife
learning tipe STAD , diharapkan:
1.
Guru dapat meningkatkan strategi
pembelajaran sosiologi.
2.
Siswa merasa dirinya mendapat perhatian
dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide, dan pertanyaan.
3.
Guru dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran sosiologi.
4.
Siswa lebih bersemangat untuk mengikuti
pelajaran, maupun mempelajari materi pelajaran meskipun belum diajarkan.
5.
Siswa lebih berani dan tidak canggung
lagi mengungkapkan pendapat baik kepada kelompok maupun kepada seluruh siswa
sehingga siswa lebih senang ulangan secara lisan daripada tertulis.
6.
Guru dapat meningkatkan hasil PBM
sosiologi.
7.
Siswa dapat bekerjasama secara mandiri
maupun kelompok, serta mampu mempertanggungjawabkan segala tugas individu
maupun kelompok.
8.
Seluruh siswa menguasai materi pelajaran
secara tuntas, karena selain diajar oleh guru juga diberi masukan dan bimbingan
dari teman satu kelompok.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat
diperoleh dari kegiatan penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a.
Proses belajar mengajar sosiologi
dikelas tidak lagi berjalan secara monoton.
b.
Ditemukan strategi pembelajaran yang
tepat.
c.
Metode yang digunakan tidak lagi
konvensional, tetapi lebih bersifat variatif.
d.
Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas
mandiri, kelompok, baik yang terstruktur maupun yang tidak.
e.
Kualitas pembelajaran sosiologi
meningkat.
f.
Prestasi siswa untuk mata pelajaran
sosiologi meningkat, dan
g.
Keberanian siswa mengungkapkan pendapat,
ide, pertanyaan, dan saran meningkat.
2. Manfaat Praktis
a.
Dapat digunakan oleh guru mata pelajaran
lain untuk reverensi penelitian serupa agar dapat diterapkan di mata pelajaran
guru yang bersangkutan
b.
Untuk pengembangan diri peneliti sebagai
guru dalam membudayakan menulis sebagai kaum cendekiawan
c.
Untuk dapat diajukan sebagai syarat
kenaikan angka kredit bagi profesi guru
d.
Untuk masyarakat umum dapat dijadikan
bacaan bagaimana guru berusaha belajar terus menerus lewat penelitian yang
diterapkan kepada anak didik supaya tercipta proses pembelajaran yang lebih
baik lagi.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Teoritis
Pada bab pendahuluan
telah disampaikan bahwa model ANTI GALAU adalah singkatan dari Aktif,
Nasionalis, Terampil, Inspiratif, Gotong-royong, Atraktif, Luhur, Adil dan
Ulet. Penulis menerapkan model ini sebagai pendamping pembelajaran cooperative learning tipe STAD.
Sebelumnya, penulis telah mencoba menggunakan tipe STAD dalam pembelajaran.
Tetapi, sebagai upaya menambah semangat siswa dalam kegiatan belajar mengajar,
penulis menambahkan unsur-unsur karakter bangsa Indonesia kemudian dirangkai
menjadi sebuah gagasan yang masih “in”
dikalangan siswa yang notabene merupakan usia remaja dan dikehidupan
sehari-hari seringkali mengucapkan kata-kata gaul. Galau adalah salah satunya,
dan penulis berharap siswa tidak merasakan galau ketika mengikuti pelajaran
sosiologi yang selama ini dianggap pelajaran membosankan karena banyak hafalan
dan analisis yang berparadigma ganda.
Adapun kepanjangan dan
arti kata dari anti galau peneliti dapatkan dari website artikata.com. Peneliti
juga mengambilnya dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata-kata tersebut antara
lain:
a. Aktif,
1. 1
giat (bekerja, berusaha): ia -- di bidang olahraga. 2 lebih banyak penerimaan dp
pengeluaran: neraca pembayaran. 3
dinamis atau bertenaga (sbg lawan statis atau lembam);4 mampu beraksi dan bereaksi: nitrogen --; 5 Dok mempunyai kecenderungan
menyebar atau berkembang biak (tt penyakit, sel, dsb): dia mengidap penyakit
tuberkulosis --;
meng·ak·tif·kan v menjadikan aktif; menggiatkan;
peng·ak·tif n 1 yg membuat aktif; 2 Kim sesuatu, biasanya suatu katalis, yg menyebabkan zat atau sistem menjadi aktif;
peng·ak·tif·an n 1 proses, cara, perbuatan menjadikan aktif; 2 Kim pengubahbentukan enzim yg tidak aktif menjadi enzim aktif;
ke·ak·tif·an n kegiatan; kesibukan
meng·ak·tif·kan v menjadikan aktif; menggiatkan;
peng·ak·tif n 1 yg membuat aktif; 2 Kim sesuatu, biasanya suatu katalis, yg menyebabkan zat atau sistem menjadi aktif;
peng·ak·tif·an n 1 proses, cara, perbuatan menjadikan aktif; 2 Kim pengubahbentukan enzim yg tidak aktif menjadi enzim aktif;
ke·ak·tif·an n kegiatan; kesibukan
b. Nasionalis,
1. pencinta nusa dan bangsa sendiri;
orang yg memperjuangkan
kepentingan bangsanya; patriot: ia adalah seorang pejuang -- sejati
c.
Terampil,
cakap dl menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan;
me·ne·ram·pil·kan v membuat menjadi terampil; memberikan keterampilan;
ke·te·ram·pil·an n kecakapan untuk menyelesaikan tugas;
~ bahasa Ling kecakapan seseorang untuk memakai bahasa dl menulis, membaca, menyimak, atau berbicara; ~ tematis Ling kesanggupan pemakai bahasa untuk menanggapi secara betul stimulus lisan atau tulisan, menggunakan pola gramatikal dan kosakata secara tepat, menerjemahkan dr satu bahasa ke bahasa lain, dsb
me·ne·ram·pil·kan v membuat menjadi terampil; memberikan keterampilan;
ke·te·ram·pil·an n kecakapan untuk menyelesaikan tugas;
~ bahasa Ling kecakapan seseorang untuk memakai bahasa dl menulis, membaca, menyimak, atau berbicara; ~ tematis Ling kesanggupan pemakai bahasa untuk menanggapi secara betul stimulus lisan atau tulisan, menggunakan pola gramatikal dan kosakata secara tepat, menerjemahkan dr satu bahasa ke bahasa lain, dsb
d.
Inspiratif,
ilham;
meng·in·spi·ra·si v menimbulkan inspirasi; mengilhami: mudah-mudahan acara historis itu dapat ~ kita untuk tujuan yg lebih mulia dan besar;
meng·in·spi·ra·si·kan v menjadikan inspirasi;
ter·in·spi·ra·si v telah diinspirasi; terilhami
meng·in·spi·ra·si v menimbulkan inspirasi; mengilhami: mudah-mudahan acara historis itu dapat ~ kita untuk tujuan yg lebih mulia dan besar;
meng·in·spi·ra·si·kan v menjadikan inspirasi;
ter·in·spi·ra·si v telah diinspirasi; terilhami
e. Gotong-royong,
1. bekerja bersama-sama (tolong- menolong,
bantu-membantu): masyarakat berhasil membangun sebuah masjid yg megah secara
--; pasir, batu kali, dan material lainnya untuk membuat jalan itu dikumpulkan
secara -- oleh warga desa;
ber·go·tong ro·yong v bersama-sama mengerjakan atau membuat sesuatu;
ke·go·tong·ro·yong·an n perihal bergotong royong: cara kerja yg rasional dan efisien akan dibina tanpa meninggalkan suasana ~
ber·go·tong ro·yong v bersama-sama mengerjakan atau membuat sesuatu;
ke·go·tong·ro·yong·an n perihal bergotong royong: cara kerja yg rasional dan efisien akan dibina tanpa meninggalkan suasana ~
f.
Atraktif,
. mempunyai daya tarik; bersifat menyenangkan: pameran itu sangat --
sehingga selalu dipenuhi pengunjung
g. Luhur,
. tinggi; mulia: demi cita-cita yg -- , kami
bersedia mengorbankan jiwa dan raga;
me·lu·hur·kan v menganggap (memandang dsb) luhur; memuliakan; menghormati: ~ nusa dan bangsa;
ke·lu·hur·an n kemuliaan; kebesaran: terkenang akan ~ tanah airnya; ~ budinya membuat setiap orang meng hor
matinya;
~ jiwa kemuliaan atau kebesaran jiwa: ~ jiwa seseorang dapat diketahui dr tingkah lakunya
me·lu·hur·kan v menganggap (memandang dsb) luhur; memuliakan; menghormati: ~ nusa dan bangsa;
ke·lu·hur·an n kemuliaan; kebesaran: terkenang akan ~ tanah airnya; ~ budinya membuat setiap orang meng hor
matinya;
~ jiwa kemuliaan atau kebesaran jiwa: ~ jiwa seseorang dapat diketahui dr tingkah lakunya
h.
Adil,
1 sama berat; tidak berat
sebelah; tidak memihak: keputusan hakim itu --; 2 berpihak kpd yg benar; berpegang pd kebenaran; 3 sepatutnya; tidak sewenang-wenang: para
buruh mengemukakan tuntutan yg --;
meng·a·dili v memeriksa, menimbang, dan memutuskan (perkara, sengketa); menentukan mana yg benar (baik) dan mana yg salah (jahat): hakim ~ perkara pembunuhan;
ter·a·dil a paling (sangat) adil;
ter·a·dili v dapat diadili;
per·a·dil·an n segala sesuatu mengenai perkara pengadilan: lembaga hukum bertugas memperbaiki ~;
peng·a·dil n orang yg mengadili; hakim: pemain terkenal itu pernah dikartumerahkan sang ~;
peng·a·dil·an n 1 dewan atau majelis yg mengadili perkara; mahkamah; 2 proses mengadili; 3 keputusan hakim: banyak yg tidak puas akan ~ hakim itu; 4 sidang hakim ketika mengadili perkara: di depan ~ terdakwa memungkiri perbuatannya; 5 rumah (bangunan) tempat mengadili perkara: rumahnya terletak di depan kantor ~ negeri;
~ agama badan peradilan khusus untuk orang yg beragama Islam yg memeriksa dan memutus perkara perdata tertentu sesuai dng peraturan perundang-undangan yg berlaku; ~ militer badan peradilan khusus yg berkuasa memeriksa dan memutus perkara tindak pidana yg dilakukan oleh anggotaTNI; ~ negeri badan peradilan pd tingkat pertama yg berkuasa mengadili semua perkara penyelewengan hukum dl daerah hukumnya; ~ tinggi badan yg berkuasa mengadili perkara banding yg berasal dr pengadilan negeri dl daerah hukumnya;
ke·a·dil·an n sifat (perbuatan, perlakuan, dsb) yg adil: dia hanya mempertahankan hak dan ~ nya; Pemerintah menciptakan ~ bagi masyarakat;
~ sosial kerja sama untuk menghasilkan masyarakat yg bersatu secara organis sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yg sama dan nyata untuk tumbuh dan belajar hidup pd kemampuan aslinya;
ber·ke·a·dil·an v mempunyai keadilan.
meng·a·dili v memeriksa, menimbang, dan memutuskan (perkara, sengketa); menentukan mana yg benar (baik) dan mana yg salah (jahat): hakim ~ perkara pembunuhan;
ter·a·dil a paling (sangat) adil;
ter·a·dili v dapat diadili;
per·a·dil·an n segala sesuatu mengenai perkara pengadilan: lembaga hukum bertugas memperbaiki ~;
peng·a·dil n orang yg mengadili; hakim: pemain terkenal itu pernah dikartumerahkan sang ~;
peng·a·dil·an n 1 dewan atau majelis yg mengadili perkara; mahkamah; 2 proses mengadili; 3 keputusan hakim: banyak yg tidak puas akan ~ hakim itu; 4 sidang hakim ketika mengadili perkara: di depan ~ terdakwa memungkiri perbuatannya; 5 rumah (bangunan) tempat mengadili perkara: rumahnya terletak di depan kantor ~ negeri;
~ agama badan peradilan khusus untuk orang yg beragama Islam yg memeriksa dan memutus perkara perdata tertentu sesuai dng peraturan perundang-undangan yg berlaku; ~ militer badan peradilan khusus yg berkuasa memeriksa dan memutus perkara tindak pidana yg dilakukan oleh anggotaTNI; ~ negeri badan peradilan pd tingkat pertama yg berkuasa mengadili semua perkara penyelewengan hukum dl daerah hukumnya; ~ tinggi badan yg berkuasa mengadili perkara banding yg berasal dr pengadilan negeri dl daerah hukumnya;
ke·a·dil·an n sifat (perbuatan, perlakuan, dsb) yg adil: dia hanya mempertahankan hak dan ~ nya; Pemerintah menciptakan ~ bagi masyarakat;
~ sosial kerja sama untuk menghasilkan masyarakat yg bersatu secara organis sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yg sama dan nyata untuk tumbuh dan belajar hidup pd kemampuan aslinya;
ber·ke·a·dil·an v mempunyai keadilan.
i. Ulet, 1
liat; kuat (tidak mudah putus, tidak getas): talinya sangat -- , terbuat dr
kulit waru; 2 tidak mudah
putus asa yg disertai kemauan keras dl berusaha mencapai tujuan dan cita-cita: musuhnya
-- , perlu dilawan dng senjata yg ampuh;
ke·u·let·an n perihal ulet: krn ~ nya, ia berhasil lulus ujian sarjana.
ke·u·let·an n perihal ulet: krn ~ nya, ia berhasil lulus ujian sarjana.
Pembelajaran
cooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) yang dikembangkan
oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin,
1995) merupakan pembelajaran cooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang
baru mulai menggunakan pembelajaran cooperatif. Pembelajaran cooperatif tipe
STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:
1.
Presentasi kelas. Materi pelajaran
dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa
mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes
berikutnya.
2.
Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari
4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan
masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi.
Kelompok diharapkan bekerjasama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam
memahami materi pelajaran.
3.
Tes. Setelah kegiatan presentasi guru
dan kegiatan kelompok, siswa diberikan ters secara individual. Dalam menjawab
tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.
4.
Peningkatan skor individu. Setiap
anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok.
5.
Penghargaan kelompok. Kelompok yang
mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan
pengamatan dilapangan nampak bahwa pada umumnya proses belajar mengajar
Sosiologi dikelas masih berjalan monoton, konvensional, kualitas pembelajaran,
dan prestasi siswa untuk pembelajaran Sosiologi rendah. Melihat situasi yang
demikian, perlu menggalang partisipasi siswa dalam KBM baik partisipasi
kontribusi maupun inisiatif. Sistem STAD dan model ANTI GALAU diharapkan mampu
memecahkan masalah ini. Metode yang digunakan tidak lagi konvensional akan
tetapi lebih bersifat variatif dan partisipatoris, kualitas pembelajaran
sosiologi meningkat, dan prestasi siswa untuk mata pelajaran sosiologi
meningkat.
Dengan
demikian, gambaran pola pemecahannya tahapan ditunjukkan pada gbr. Berikut :
C.
Gbr 1. Kerangka Pemecahan Masalah
Atas
dasar diagram diatas, kegiatan ini diharapkan mampu memberikan gambaran akan
kondisi lapangan saat ini, perlakuan yang akan dilakukan, dan hasil yang
diharapkan, termasuk revisi silkus-siklus yang akan dilakui.
D. Hipotesis
Hipotesis tindakan
berbeda dengan hipotesis statistik maupun hipotesis penelitian formal.
Hipotesia tindakan merupakan jawaban sementara berdasarkan kajian teori dan
kerangka berpikir. Hipotesis tindakan juga merupakan jawaban sementara atas
rumusan masalah yang diajukan berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir.
Sesuai dengan rumusan
masalah pada bab sebelumnya, maka dapat dibuat contoh hipotesis tindakan
sebagai berikut:
1.
Implementasi
model pembelajaran STAD dapat meningkatkan pemahaman konsep sosialisasi
2.
Hasil belajar siswa tentang sosialisasi
melalui implementasi model pembelajaran STAD
meningkat 0,1%.
3.
Model pembelajaran STAD sangat tepat untuk diimplementasikan pada kegiatan
pembelajaran tentang sosialisasi
BAB
III
PELAKSANAAN
PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Setting
penelitian menunjukkan tempat di mana penelitian ini dilaksanakan. Penelitian
tindakan kelas ini adalah di SMA Negeri 1 Paninggaran. Merupakan sekolah yang
ada di daerah pegunungan, dengan medan jalan yang naik turun serta
berliku-liku. Memberikan tantangan tersendiri bagi guru-guru yang mendapat
tugas mengajar disekolah ini. Dari pertama dibangun tahun 2002 sampai sekarang,
SMA Paninggaran mempunyai guru yang sebagian besar bertempat tinggal dibawah(dikota),
hanya beberapa guru saja yang asli warga Paninggaran. Siswa SMA Paninggaran
beragam dari segi ekonomi maupun desa tempat tinggal. Ada yang dekat dengan
sekolah tetapi ada juga siswa yang rumahnya terbilang jauh dari sekolah dengan
medan jalan pegunungan yang begitu ekstrim. Materi dipilih untuk kelas X
semester dua. Peneliti memilih kelas X2 sebagai kelas yang akan diberikan
pembelajaran dengan STAD. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan penelitian
tindakan kelas yang dalam pelaksanaannya secara garis besar terdapat empat
tahap kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam
penelitian ini terdapat dua variabel yaitu siswa dan variabel guru. Variabel
siswa dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang berupa prestasi hasil belajar
siswa, keaktifan siswa, kerjasama dan motivasi siswa dalam bentuk nilai pada
pembelajaran sosiologi. Sedangkan variabel guru dalam penelitian ini adalah
mengamati guru dalam pengelolaan kelas selama proses pembelajaran berlangsung.
B. Subyek Penelitian
Subjek penelitian
adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek analisis, yaitu
subjek yang menjadi pusat perhatian peneliti (Arikunto, 2002: 122).
Subjek penelitian dalam
penelitian ini adalah siswa kelas X.2 semester dua SMA Negeri 1 Paninggaran
Kabupaten Pekalongan. Kelas ini dipilih karena pada semester sebelumnya untuk
materi sosiologi peneliti telah menggunakan metode CTL tipe selain STAD dikelas
ini. Kelas X.2 secara kombinasi asal SMP adalah kelas yang heterogen, dan dari
salah satu SMP yang telah menggunakan sistem running class.
C. Sumber Data
Sumber data dalam
penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh (Arikunto, 2002 : 107),
sumber data penelitian ini adalah :
1.
Informan
Informan adalah
individu-individu tertentu yang diwawancarai untuk keperluan informasi atau
keterangan atau data yang diperlukan oleh peneliti. Informan ini dipilih dari
orang-orang yang betul-betul dapat dipercaya dan mengetahui objek yang diteliti
(Koentjaraningrat, 1993 : 130).
2.
Angket Tes.
Kuesioner dalam bentuk
tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa apakah ada peningkatan
setelah guru menggunakan model pembelajaran tipe STAD. Guru membagi tes dan
memberi cukup waktu bagi siswa untuk menyelesaikannya. Guru jangan membiarkan
siswa untuk bekerjasama dalam mengerjakan tes. Pada tahap ini siswa bekerja
menunjukkan apa yang telah mereka pelajari secara individu.
Selain itu guru juga
memberikan angket tentang minat pembelajaran kepada siswa, sering siswa dalam
mengisi angket, atau bahkan pada penelitian lainnya responden dalam menjawab tidak
jujur dan terkesan asal jawab. Tetapi guru meyakinkan kepada responden (siswa)
bahwa mereka dijamin kerahasiaan. Sehingga dalam menjawab angket siswa lebih
jujur.
3.
Penghargaan Kelompok
Menentukan
nilai peningkatan individu dan nilai kelompok dan memberikan penghargaan
kelompok
4.
Menentukan Nilai Individu dan Kelompok
Setelah dilaksanakan
tes, ditentukan nilai individu dan kelompok serta memberikan penghargaan pada
kelompok yang memiliki nilai tinggi. Jika memungkinkan umumkan nilai kelompok
yang diperoleh pada periode setelah pelaksanaan tes. Hal ini akan membuat
hubungan antara hasil pelaksanaan pekerjaan yang baik dengan penerimaan
penghargaan dari para siswa sehingga akan meningkatkan motivasi mereka untuk
melakukan yang terbaik.
5.
Nilai Peningkatan
Siswa
memperoleh nilai peningkatan. Untuk kelompok berdasarkan tingkat dimana nilai
tes mereka (peningkatan jawaban benar) melebihi nilai dasar mereka.
Tabel 1
Peningkatan Nilai Dalam
STAD
Nilai Tes
|
Nilai Peningkatan
|
Lebih dari 10 dibawah nilai dasar
10 nilai sampai 1 nilai dibawah nilai dasar
Nilai dasar sampai nilai 10 diatasnya
Lebih dari 10 nilai diatas nilai dasar
Sempurna (tanpa menghitung nilai dasar)
|
5
10
20
30
40
|
Sebelum mulai
menentukan nilai peningkatan, diperlukan satu lembar salinan nilai tes. Tujuan
dari pemberian nilai dasar dan poin peningkatan ini adalah untuk memungkinkan
semua siswa memberikan nilai maksimum pada kelompoknya masing-masing apapun
hasil prestasi pencapaian yang mereka peroleh sebelumnya. Siswa memahami bahwa
cukup adil untuk membandingkan masing-masing siswa dengan tingkat prestasi
mereka sebelumya karena semua siswa masuk kelas dengan tingkat kemampuan dan
pengalaman yang berbeda.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Mentalitas
Siswa SMA 1 Paninggaran
SMA
1 Paninggaran adalah sebuah sekolah pingiran di kabupaten Pekalongan yang
berada di area perbukitan. Berbatasan dengan kabupaten Banjarnegara, sehingga
siswanya ada yang berdomisili di Pekalongan dan sebagian ada yang berasal dari
kabupaten Banjarnegara. Berdiri ditahun 2002, pada saat penelitian ini
dilakukan SMA 1 Paninggaran baru meluluskan 8 angkatan. Ada 12 kelas untuk
tahun pelajaran 2012/2013, terdiri dari 5 kelas X, XI Ipa satu kelas, XI IPS 2
kelas, sedangkan kelas XII terdiri dari 1 IPA dan 3 kelas IPS. Seperti sekolah
pinggiran pada umumnya motivasi belajar siswa di mata pelajaran apapun sangat
rendah. Mereka masih beranggapan sekolah hanya untuk sekedar mengisi waktu
luang.
Berikut
ini tipikal anak-anak SMA 1 Paninggaran (pengamatan dimulai sejak peneliti
mengajar di tahun 2010-sekarang):
1.
Tidak menghargai waktu
2.
Tidak berdisiplin murni
3.
Tidak mempunyai jiwa kompetitif
4.
Kurang berorientasi pada proses
5.
Suka menerabas
6.
Sulit untuk diajak berpakaian rapi
7.
Budaya membaca yang rendah
8.
Menerima IPTEK tanpa filterisasi
Peneliti
menyadari bahwa mengubah mental yang sudah membudaya tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Tugas guru tidak hanya mengajar ilmu akademik, tetapi lebih
dari itu guru juga tidak boleh menutup mata mengenai keadaan peserta didiknya
dari segi apapun, ekonomi, budaya, sosial, dan lainnya. Melalui mata pelajaran
sosiologi, peneliti berusaha mendekati siswa dengan tanpa kekerasan (non Koersif). Jika siswa mulai senang
dan berminat terhadap sebuah ilmu, maka akan ada sugesti yang akan diterima
siswa dari pengampu mata pelajaran tersebut, hal itulah yang sedang peneliti
lakukan. Materi sosialisasi dipilih karena materi ini pada dasarnya mengajarkan
tentang proses belajar, membiasakan sebuah pengetahuan apapun kepada sebuah
generasi yang baru.
B.
Hasil
Belajar dengan STAD dan Anti Galau
Guru membentuk
kelas menjadi 5 kelompok, untuk mengenalkan budaya Indonesia dan sejarah batik,
maka guru sengaja memberi nama kelompok dengan nama motif batik klasik, yaitu,
Sidomukti, Sidoasih, Mega Mendung, Jlamprang, Truntum. Masing-masing kelompok
mempelajari mengenai materi sosialisasi. Guru memberikan pertanyaan dan tiap
kelompok membuat ilustrasi sosialisasi yang pernah mereka alami, dengan empat
tahap sosialisasi. Dalam kegiatan ini terdapat unsur Anti Galau, yaitu Aktif,
Nasionalis, Terampil, Inspiratif, Gotong-Royong, Atraktif, Adil, Ulet.
KELOMPOK
STAD&ANTI GALAU SOSIOLOGI KELAS X.2
NAMA
MOTIF BATIK KLASIK
SIDOMUKTI
1.
Responden 2
2.
Responden 4
3.
Responden 7
4.
Responden 8
5.
Responden 21
6.
Responden 18
|
SIDOASIH
1.
Responden 22
2.
Responden 20
3.
Responden 32
4.
Responden 6
5.
Responden 28
6.
Responden 10
7.
Responden 29
|
TRUNTUM
1.
Responden 1
2.
Responden 11
3.
Responden 25
4.
Responden 17
5.
Responden 9
6.
Responden 27
|
MEGA MENDUNG
1.
Responden
23
2.
Responden 30
3.
Responden 12
4.
Responden 24
5.
Responden 3
6.
Responden
15
|
JLAMPRANG
1.
Responden 14
2.
Responden 19
3.
Responden 16
4.
Responden 5
5.
Responden 13
6.
Responden 31
7.
Responden 26
|
|
1.
Analisis Nilai Ulangan Siswa
Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis
data yang diperoleh dari hasil tes siklus I dan test siklus II Penilaian
berdasarkan pada kriteria yang telah ditentukan. Peneliti sengaja menyajikan
tabel dengan hasil tiga nilai sekaligus supaya dapat dengan langsung mengamati
kemajuan tiap siswa kelas X.2. Hasil analisis kuantitatif sebagai berikut.
Tabel 2
Nilai Ulangan Harian Pra siklus,
Siklus I, dan Siklus II
NO
|
NAMA
|
JENIS KELAMIN
|
NILAI
|
ULANGAN
|
HARIAN
|
|
|
|
PRA SIKLUS
|
SIKLUS I
|
SIKLUS II
|
1
|
Responden 1
|
L
|
52
|
56
|
78
|
2
|
Responden 2
|
L
|
43
|
53
|
59
|
3
|
Responden 3
|
L
|
48
|
77
|
77
|
4
|
Responden 4
|
L
|
46
|
66
|
70
|
5
|
Responden 5
|
P
|
55
|
73
|
78
|
6
|
Responden 6
|
L
|
52
|
57
|
77
|
7
|
Responden 7
|
P
|
56
|
76
|
78
|
8
|
Responden 8
|
P
|
73
|
74
|
76
|
9
|
Responden 9
|
P
|
50
|
75
|
79
|
10
|
Responden 10
|
L
|
41
|
63
|
74
|
11
|
Responden 11
|
L
|
61
|
68
|
68
|
12
|
Responden 12
|
P
|
75
|
78
|
79
|
13
|
Responden 13
|
L
|
55
|
59
|
76
|
14
|
Responden 14
|
P
|
82
|
87
|
92
|
15
|
Responden 15
|
L
|
54
|
74
|
73
|
16
|
Responden 16
|
L
|
62
|
67
|
79
|
17
|
Responden 17
|
L
|
62
|
74
|
77
|
18
|
Responden 18
|
L
|
66
|
75
|
79
|
19
|
Responden 19
|
P
|
77
|
79
|
82
|
20
|
Responden 20
|
P
|
58
|
76
|
82
|
21
|
Responden 21
|
P
|
47
|
77
|
79
|
22
|
Responden 22
|
P
|
46
|
78
|
84
|
23
|
Responden 23
|
P
|
78
|
78
|
86
|
24
|
Responden 24
|
P
|
54
|
76
|
79
|
25
|
Responden 25
|
P
|
55
|
67
|
78
|
26
|
Responden 26
|
P
|
68
|
77
|
82
|
27
|
Responden 27
|
P
|
45
|
57
|
79
|
28
|
Responden 28
|
L
|
43
|
56
|
65
|
29
|
Responden 29
|
L
|
66
|
66
|
76
|
30
|
Responden 30
|
P
|
76
|
79
|
79
|
31
|
Responden 31
|
L
|
56
|
76
|
80
|
32
|
Responden 32
|
P
|
76
|
80
|
88
|
|
Rata-rata
|
|
58,68
|
71,06
|
75,12
|
|
Nilai
Tertinggi
|
|
82
|
87
|
92
|
|
Nilai
Terendah
|
|
41
|
53
|
59
|
|
Persentase
Ketuntasan
|
|
21,8%
|
62,6%
|
90,62%
|
|
Persentase
Ketidaktuntasan
|
|
78,1%
|
37,5%
|
9,37%
|
Satu yang membuat peneliti merasa bahwa
model ini perlu diterapkan untuk kelas-kelas sosiologi berikutnya adalah
kehadiran siswa meningkat, dari absen empat kali berturut-turut bahkan seluruh
kelas hadir , hanya beberapa anak yang terlambat masuk kelas padahal tas
sekolah mereka sudah ada di laci meja. Alasan jarak rumah yang jauh membuat
siswa belum sempat sarapan dari rumah. Sebenarnya jarak yang jauh dapat diakali
dengan bangun lebih pagi, tapi merupakan prestasi yang luar biasa ketika
melihat siswa SMA 1 Paninggaran tidak lagi meninggalkan kelas karena suatu hal
yang tidak jelas.
Tabel
Analisis
Data Semua Siklus
No.
|
Uraian
|
|
Analisis Kualitatif
|
|
|
|
Pra siklus
|
Siklus I
|
Siklus II
|
1
|
Jumlah Siswa
|
32
|
32
|
32
|
2
|
Tidak hadir
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Tuntas
|
7
Siswa
|
20
Siswa
|
29
Siswa
|
4
|
Tidak Tuntas
|
25
Siswa
|
12
Siswa
|
3
Siswa
|
5
|
Rerata
|
58.68
|
71,06
|
75,12
|
6
|
Persentase Ketuntasan
|
21,8%
|
62,6%
|
90,62%
|
7
|
KKM
|
70
|
70
|
70
|
8
|
Nilai Tertinggi
|
82
|
87
|
92
|
9
|
Nilai Terendah
|
41
|
53
|
59
|
Jika
diperhatikan dari tingkat ketuntasan, dapat dilihat bahwa pada pra siklus hanya
7 siswa dari 32 siswa yang mendapat nilai diatas KKM, siklus I terdapat 12
siswa yang dibawah KKM, dan siklus II 3 siswa yang tetap dari awal sampai
siklus II tidak dapat mencapai KKM. Hal ini terlihat bahwa penggunaan STAD
sangat menbantu siswa dalam belajar, dengan tutor teman sebaya, siswa menjadi
tidak malu bertanya mengenai materi yang belum siswa pahami. Selama menggunakan
metode ceramah, bisa saja siswa yang tidak faham, semakin tidak faham karena
malu bertanya kepada guru ketika ada beberapa pokok materi yang sebenarnya
siswa tidak faham.
2.
Analisis Pengamatan Diskusi
Secara umum
melalui diskusi kelompok dalam pembelajaran Anti Galau dan STAD sangat membantu belajar siswa, tidak ada
lagi siswa yang melamun, bermain HP, dan mengobrol sendiri, ataupun mengerjakan
tugas mata pelajaran lain. Budaya mengerjakan pekerjaan rumah disekolah sangat
kental dikalangan siswa. Ketika menggunakan STAD, siswa tidak mempunyai
kesempatan untuk melakukan kegiatan lain selain mendiskusikan materi sosiologi.
Penilaian diskusi didapat dengan pengamatan, baik
pada siklus I maupun siklus II. Peneliti melakukan pengamatan dengan sesekali
mendatangi kelompok yang kesulitan mengerjakan tugas. Peneliti memancing
kreatifitas semua anggota kelompok agar setiap individu turut menyumbangkan
pikiran demi poin kelompoknya.
Tabel 16
Hasil Analisis Pengamatan Diskusi.
No.
|
Jumlah Siswa
|
Aktivitas Peserta
|
Sangat Baik
|
Baik
|
Cukup
|
1
|
32
|
Kemampuan
bertanya
|
43%
|
47%
|
25%
|
2
|
32
|
Kemampuan
mengemukakan pendapat
|
46%
|
28%
|
25%
|
3
|
32
|
Keaktifan
diskusi
|
59%
|
21%
|
18%
|
4
|
32
|
Kerjasama
|
46%
|
34%
|
18%
|
Hasil analisis
pengamatan diskusi menunjukkan bahwa target penelitian sudah tercapai. Untuk
kemampuan bertanya 43%, kemampuan mengemukakan pendapat, 46% ,
keaktifan diskusi 59% , dan kerjasama siswa dalam berdiskusi 46% dikategorikan baik (78 s.d. 90).
3. Catatan Harian Guru
Hasil catatan harian guru menunjukkan
bahwa sebagian besar siswa aktif hal itu ditunjukkan banyaknya siswa yang
bertanya pada materi yang sulit, tingkah laku siswa selama proses pembelajaran
serius, senang dan bersemangat tetapi masih ada yang bergurau, respons terhadap
tugas kelompok sebagian besar baik terutama ketika mengerjakan tugas, suasana
pembelajaran juga kondusif dan siswa sebagian besar percaya diri pada saat
pembacaan diskusi. Guru pun memberikan masukan terhadap kesulitan-kesulitan
yang dialami siswa. Siswa dihimbau untuk senantiasa mempelajari materi mata
pelajaran Sosiologi di rumah. Nilai Gotong Royong untuk memajukan kelompok juga
terlihat, hal ini terbukti dengan berkurangnya jumlah anak yang bolos tanpa
keterangan. Jiwa ulet, kreatif, adil sangat dominan dalam diskusi, inilah
mental yang diperlukan untuk menghadapi tantangan globalisasi.
4.
Catatan Harian Siswa
Hasil catatan
harian siswa menunjukkan bahwa 81% siswa
senang dan tertarik dengan penerapan model Anti Galau dan pembelajaran Coperative learning model STAD sedangkan
19% siswa merasakan tidak senang dan biasa biasa saja, bisa saja yang memilih tidak senang
karena pernah dihukum atau diberi ganjaran karena suatu sebab sehingga semua
anggota kelompoknya mendapat hukuman. Sejumlah 61% siswa mengatakan tidak sulit penerapan model pembelajaran Anti Galau dan Coperative
learning model STAD sedangkan
39% mengatakan guru menerangkan materinya terlalu cepat dan kurang memahami,
84% siswa mengatakan media yang digunakan menarik, tidak membosankan dan baik
karena siswa mendiskusikan
cara-cara sosialisasi yang notabene mereka mengalaminya dalam kehidupan
sehari-hari sehingga tidak
membuat jenuh, 76% siswa menyatakan gaya mengajar guru menarik dan menyenangkan
sedang 24% menyatakan cara menerangkan guru tidak mendetail dan tergesa gesa,
64% siswa menyatakan agar pembelajaran Anti Galau dan coperative learning model STAD sering sering digunakan sedangkan
36% menyatakan agar pembelajaran
coperative learning model STAD hanya sebagai alternatif saja.
BAB
V
PENUTUP
A.
Simpulan
Peneliti dapat memberi kesimpulan
bahwa penggunaan Cooperative Learning apapun modelnya sangat bagus untuk
membantu pemahaman dan peningkatan hasil belajar siswa. Penggunaan metode
ceramah yang selama ini guru gunakan, tidak kondusif apalagi untuk materi ilmu
sosial yang banyak analisis dan konsep pemahaman, guru mudah lelah dan siswa
banyak yang mengantuk.
1)
Penerapan
model Anti Galau pembelajaran Coperative learning model STAD di kelas X.2 sebagai alternatif dalam rangka mengembangkan
pembelajaran cooperatif (kerjasama kelompok) untuk mata pelajaran Sosiologi.
2)
Kriteria Ketuntasan Minimal siswa mengalami peningkatan dari
prasiklus, siklus I dan siklus II . Hal tersebut ditandai dengan nilai rata
rata prasiklus 58,68 meningkat pada siklus I
dengan rata rata 71,06 dan meningkat menjadi 75,12 pada siklus II sehingga memenuhi KKM sebesar 70.
3)
Pembelajaran
model Anti Galau dan Coperative learning model STAD dirasakan oleh siswa menyenangkan dan membuat
siswa aktif dalam berdiskusi dan berpendapat.
B.
Saran
Adapun saran untuk pembaca
setelah penelitian ini selesai adalah :
(1). Guru mata pelajaran Sosiologi hendaknya menggunakan model pembelajaran yang menarik siswa, tidak harus Anti Galau, guru
dipersilahkan untuk membuat kreasi sendiri untuk menggunakan kata atau kalimat
yang tidak asing dilingkungan siswa dan Coperative learning model
STAD. Model pembelajaran Coperative
learning model STAD
terbukti dapat meningkatkan KKM dan kemampuan berdiskusi siswa . Selain
itu, model pembelajaran tersebut dapat dirasakan menyenangkan siswa.
(2). Model Anti Galau dan pembelajaran
Coperative learning model STAD sebagai model pembelajaran Sosiologi karena memiliki
keunggulan merangsang daya pikir, kemampuan berargumen, dan keaktifan siswa.
(3). Para guru yang
mengajar Sosiologi kiranya dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai pembelajaran
kooperatif . Para guru dapat menerapkan berbagai strategi, model, metode,
teknik, dan media berdasarkan pendekatan tertentu yang tepat untuk meningkatkan
keaktifan siswa. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat membantu guru untuk
memecahkan masalah yang sering muncul dalam proses pembelajaran Sosiologi di kelas
sehingga berdampak positif bagi perkembangan pendidikan yang lebih berkualitas.
itu menggunakan metode apa soalnya saya bingung cara cara membuat ptk bagaimana langkah langkah awalnya melakukan.
BalasHapusPada dasarnya ptk menggunakan metode mix, kuan dan kual
BalasHapusini kurikulum brp?
BalasHapus